Makna Konseptual dari Sasaran yang SMART
Sering kita mendengar bahwa membuat sasaran kerja haruslah mengikuti kaidah SMART, yaitu kepanjangan dari kata Spesific, Measurable, Agreeable, Realistic, dan Time Bond. Artikel berikut adalah uraian secara konseptual penegrtian sasaran yang SMART dengan tambahan satu huruf C, yaitu Continuously Improve, sehingga menjadi SMART-C.
Sebuah sasaran dapat kita artikan sebagai suatu tujuan atau sesuatu yang ingin dicapai. Dalam kata yang sederhana kita bisa sebut sebagai sesuatu yang ingin kita sosor atau sosoran. Sehingga sasaran dan sosoran adalah identik. Sasaran yang baik mengandung dua kriteria , yaitu (1)jelas dan (2) tepat. Tabel berikut menjelaskan kriteria menentapkan sasaran.
Sebuah sasaran dapat kita artikan sebagai suatu tujuan atau sesuatu yang ingin dicapai. Dalam kata yang sederhana kita bisa sebut sebagai sesuatu yang ingin kita sosor atau sosoran. Sehingga sasaran dan sosoran adalah identik. Sasaran yang baik mengandung dua kriteria , yaitu (1)jelas dan (2) tepat. Tabel berikut menjelaskan kriteria menentapkan sasaran.
Kriteria kejelasan artinya sasaran tersebut menjelaskan apa yang hendak
disasar. Kriteria kejelasan
menjelaskan faktor what (apa) dari suatu
sasaran yang ingin
dicapai.
Kriteria yang pertama ini lebih berorientasi kepada hasil yang akan dicapai sehingga menjadi terang benderang
bagi semua pihak yang berkepentingan dalam mencapai sasaran tersebut. Dalam keriteria
jelas, suatu sasaran perlu mengandung tiga unsur, yaitu (a)Spesifik, (b)Measurable (terukur), dan (c)Time bond (batas waktu). Unsur spesifik
berarti bahwa sasaran hanya boleh mengandung makna tunggal dan tidak boleh
ambigu (mendua). Ruang lingkup sejauh mana suatu sasaran dikatakan cukup
sfesifik atau belum adalah tergantung dari kesepakatan di dalam suatu
organisasi. Jadi tingkat spesifik suatu sasaran adalah bersifat subyektif
kualitatif. Oleh karena itu sasaran perlu dibicarakan dan menjadi konsensus
bersama anggota kelompok dalam organisasi tersebut.
Unsur kedua dalam sasaran yang jelas adalah unsur terukur(Measureable), yaitu
bahwa suatu sasaran perlu dikuantifikasikan atau harus dapat diukur dalam suatu
satuan pengukuran. Satuan pengukuran ini dalam bahasa populer disebut dengan Key Performance Indicator (KPI) seperti
yang dipakai dalam Balanced Scorecard. Jadi
pada setiap sasaran melekat suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan untuk
memantau apakah sasaran tersebut semakin didekati atau justru semakin jauh.
Besar kecilnya ukuran dari suatu sasaran direpresentasikan dengan angka yang
kita kenal sebagai angka target. Sebagai contoh, jika saya mempunyai sasaran
ingin menurunkan berat badan, maka saya perlu menempatkan KPI sebagai acuan
untuk memantau sasaran tersebut sudah tercapai atau belum. KPI yang tepat
sebagai satuan pengukuran berat badan adalah kilogram (kg). Jadi kilogram
adalah KPI dari sasaran menurunkan berat badan. Sebagai suatu target saya
menetapkan angka 10 kg untuk berat badan saya perlu diturunkan. Maka dalam
unsur ketiga adalah
bahwa suatu sasaran yang jelas perlu adanya batas waktu (time
bond) yang tegas. Dalam contoh 10 kg menurunkan berat badan
tadi saya akan capai dalam satu tahun. Maka sararan saya yang lengkap untuk
memenuhi kriteria yang jelas adalah sbb:
Sasaran :
Menurunkan Berat badan
KPI :
Kilogram
Target :
10
Batas waktu :
1 tahun
Kriteria kedua dari sasaran yang baik adalah memenuhi
kriteria tepat, yaitu bahwa sasaran tersebut menjawab kemengapaan (why) dari sasaran tersebut. Mengapa sasarannya ini bukan itu, atau
mengapa targetnya 10 tidak 5 atau tidak 20 perlu dijawab dalam kriteria kedua
ini. Kriteria kedua ini lebih berorientasi pada proses menentukan sasaran
tersebut. Dalam kriteria tepat ini ada tiga unsur yang perlu dipenuhi yaitu;
(a)Agreeable (kesepakatan), (b)Realistic, dan (c)Continuously Improve
(berkesinambungan).
Unsur pertama dari kriteria ketepatan adalah
kesepakatan. Bahwa dalam proses penentuan sasaran perlu adanya kesepakatan (Agreeable)
bersama bagi pihak yang akan mencapai sasaran tersebut, yaitu suatu
proses penentuan sasaran yang melibatkan anggota-anggota kelompok yang akan
melaksanakan sasaran tersebut. Jadi kesepakatan yang dimaksud adalah suatu
proses partisipasi dalam menentukan sasaran dan bukan suatu proses transaksi
yang mengedepankan tawar menawar suatu angka untuk mencapai kesepakatan. Tujuan
dari proses partisipasi dalam menentukan sasaran ini adalah mendorong timbulnya
suatu transformasi mental dari para anggota kelompok yang dimulai dengan
tumbuhnya rasa memiliki (sense of belonging)
dari setiap anggota kelompok. Dari rasa dilibatkan dalam penentuan sasaran ini
akan mendorong timbulnya rasa memiliki dan akan timbul suatu komitmen, yaitu
suatu sikap untuk berusaha mewujudkan apa yang sudah disepakati bersama. Dari
komitmen individu kelompok inilah akan berbuah suatu tanggungjawab (accountability) dari setiap anggota
kelompok dan juga secara berkelompok. Tanggungjawab inilah yang diinginkan
dalam proses perencanaan
sasaran kerja sehingga akan berakibat bahwa sasaran tersebut
menjadi rencana yang hidup dan dijiwai oleh seluruh anggota kelompok dalam usaha
untuk mencapainya.
Unsur kedua
dalam kriteria ketepatan adalah Realistis, yaitu suatu sasaran haruslah
realistis yang mampu dicapai oleh pihak yang akan melaksanakannya. Realistis
ini sifatnya sangatlah subyektif, oleh karena itu pola piker dan persepsi
sangat berperan dalam hal ini. Realistis adalah suatu kondisi yang
dipersepsikan oleh anggota kelompok yang akan melaksanakannya sebagai suatu
yang tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah. Suatu sasaran yang
terlalu tinggi akan menimbulkan suatu sikap yang acuh dan patah semangat karena
dianggap suatu yang mustahil untuk dicapai. Sedangkan suatu sasaran yang
terlalu rendah akan menyebabkan suatu sikap meremehkan persoalan sehingga akan
berakibat ketidaksiapan dan meyederhanakan persoalan. Hal ini dikuatkan dengan
teori kurva 50 persen yang dikemukakan oleh John Akitson. Dalam teori kurva
50%, dikatakan bahwa semangat kerja akan mencapai puncaknya ketika para pelaku
mempersepsikan bahwa sasaran dan target yang hendak dicapai memiliki peluang untuk
dapat sukses tercapai sebesar 50%. Diagram dibawah ini menunjukkan konsep dari
teori ini;
Dengan demikian, menjadi penetapan
sasaran merupakan suatu paradox di satu sisi perlu ada unsur bahwa target perlu
tinggi namun di sisi lain perlu melihat sikap mental dan kondisi psikologis
para anggota organisasi apakah mempersepsikan kemungkinan yang cukup untuk
mencapai target tinggi tersebut. Jika kita telusuri lebih jauh dari konsep ini,
bahwa suasana sikap mental dan kondisi psikologis yang harap-harap cemas,
antara bisa mencapai target yang tinggi dan tidak bisa mencapainya akan
menimbulkan sikap antisipasi sejak awal, yaitu suatu usaha maksimal yang akan
ditunjukkan sejak awal periode pelaksanaan perencanaan. Sikap yang segera dan
maksimal sejak awal inilah yang diinginkan dalam tim kerja untuk mencapai
target yang telah ditetapkan.
Hal ini perlu menjadi perhatian para
manajer dalam membuat rencana kerja terutama dalam penetapan sasaran sehingga
sasaran tetap perlu tinggi atau besar dan yang paling penting adalah dengan
bertanya dan meilihat apakah angka target yang besar tadi masih mungkin dicapai
atau tidak. Jika jawabannya masih mungkin (walaupun sulit) itulah kondisi
realistis yang dimaksud dalam unsur kedua dari kriteria ketepatan dalam
menetapkan sasaran.
Unsur ketiga dalam kriteria ketepatan adalah Continuously Improve (peningkatan berkesinambungan), yaitu
suatu sasaran ditetapkan tidaklah berdisi secara mandiri, namun terkait dengan
sasaran-saran yang lain serta tidak terlepas dari pencapaian sasaran-sasaran
yang lampau maupun dalam kesinambungannya dengan sasaran-sasaran yang akan
datang. Tidak ada sasaran dalam suatu organisasi di mana pun, yang angka target dari
sasaran tersebut semakin gampang. Suatu kepastian dari sasaran yang akan
ditetapkan oleh semua
organisasi di dunia ini bahwa sasaran tersebut semakin lama semakin tinggi
angka targetnya. Oleh karena itu, penetapan sasaran pada periode saat ini
adalah suatu kesinambungan dari usaha organisasi atau unit kerja di dalam
organisasi untuk mencapai sasaran-sasaran pada periode berikutnya. Sikap mental
yang perlu dibangun dalam menentukan sasaran adalah bahwa sasaran yang akan
ditetapkan adalah sasaran yang memberdayakan, yaitu sasaran yang selain menjadi
kesepakatan dalam kelompok, realistis, juga perlu menjadi sarana atau media
memampukan tim kerja sambil berusaha mencapai sasaran tersebut sambil pula
memperkuat tim kerja untuk semakin mampu, semakin cerdik, semakin efisien,
semakin lincah dalam mencapai sasaran tersebut. Karena pada periode yang akan
datang sudah dapat dipastikan angka target dari sasaran tersebut akan semakin
tinggi dan besar. Oleh karena itu penetapan sasaran perlu dilakukan atas dasar
kesepakatan, realistis, dan memiliki unsur peningkatan berkesinambungan. Dengan
demikian dapat kita pahami bahwa langkah pertama dalam membuat rencana adalah
penetapan sasaran. Dalam penetapan sasaran hal-hal yang perlu diperhatikan
bahwa sasaran haruslah jelas dan tepat. Untuk itu sasaran yang baik harus
mengandung unsur SMART-C, yaitu: Spesific,
Measurable, Agreeable, Realistic, Time Bond, dan Continuously Improve.
0 comments: